Aku bukan pintar.. kalopun pintar aku pasti sudah jadi ibu menteri seperti cita-cita kecilku dulu. Hanya arogansi dan ambisi yang ku sirami setiap hari dan ku tumbuh kembangkan dengan suburnya. Aku bukan anggun.. baju tidur dan sandal kamar mandiku berkali-kali menemaniku sampai ke mal, sampai ke rapat, sampai ke konser, sampai tidur lagi
Rambutku bukan bagus.. warnanya saja sudah tidak karuan, coklat, merah muda dan jagung… sekarang pun sudah mulai rontok.. segumpal..segumpal.. tinggal menunggu waktu sampai botak di ubun-ubun
Badanku bukan seksi.. hanya karena sepatu tinggi yang kupakai, dada yang ku busungkan, dan kalung,gelang, cincin yang sering membuatku sesak nafas. (coba sekali lihat aku bangun tidur, cuci muka, garuk kepala, garuk pantat..)
aku bukan pemberani.. hampir setiap malam aku tidak bisa tidur, ketakutan pada bayang-bayang pikir yang kuciptakan sendiri..
aku bukan mampu.. dvdku masih sekolahan di pegadaian, baju-bajuku sudah rongsokan berubah warna, robek terus diselangkangan..
aku bukan bersih.. ada banyak koreng yang ku plester, ku perban, dan ku jauhkan dari pandangan jijik smua orang.. sambil seringkali menoleh untuk menyeringai menahan sakit
Aku cuma punya segaris senyum sepaket dengan rentetan gigi yang mampu kupamerkan padamu sepanjang hari Aku cuma punya cerita-cerita kesal manja untuk ku adukan padamu setelah lelahku Aku cuma punya langkah-langkah kaki kecil berlari kearahmu, meski ringkih, terjatuh-jatuh menggapaimu Aku cuma punya segenggam pasir mimpi yang makin ku genggam makin longsor meski hanya ada namamu disitu Aku cuma punya kata-kata, untuk tenangkan gundahmu, untuk pecahkan sepimu, untuk temani kegelisahan hari-harimu Aku cuma punya selemari cinta, itupun sudah tidak utuh lagi setelah kubagikan pada ayahku, pada kakakku, pada adikku, pada pusara ibuku dan bayiku.. (Aku cuma punya yang mungkin kekasihmu pun punya)
Katakan saja Sungguh-sungguh..... Apakah cukup untuk tetap membuatmu bertahan menapak hidup bersamaku??
Saya ini apalah Tuhan Saya ini cuma jejak-jejak kaki musafir Pada serial catatan pinggir ………………………….. Saya ini cuma cuwilan cemas kok Tuhan Saya ini cuma seratus hektar halaman suratkabar Yang habis terbakar …………………………..
Saat dulu kita berjuang menahan kantuk dan lelah yang menyerang pada banyak sekali malam Membentakku pada terlalu besarnya berat yang ku angkat Menepis dingin dan lapar menjadi perang kentut
Sudah tidak ada artinya.. Kita bersenandung pada seribu hari lalu lantunan lagu Kau berdiri dibelakangku bernyanyi keras-keras Bertaruh pada beberapa gelas yang membakarku Tertawa pada keterkaparanku di higaan pintu kamar mandi
Sudah kuhapus Warna kelam rambutmu.. Saat tengah malam, bulan lalu kusemir sehelai demi sehelai diantara keluh kesah tentang pengorbananmu
Sudah kutinggalkan dulu kau terjatuh sakit pada lubang yang kau buat sendiri Yang kau katakan bahagia dan penderitaan Kita menangis berdua diatas kasur, bantal, gulingmu dan lagu ‘kejujuran hati’ Setelah itu aku selalu hadir pada kehilanganmu Berdiri menutupi matamu yang selalu basah Memunafikkan segala profesionalisme yang selama ini kau bangga-banggakan
Sudah kubuang.. Genggaman tangan menegarkanmu Mendengarkan kesepian di sudut café-café kesayangan kita Dan mimpi-mimpi indah tentang cintamu, tentang cintaku..
Aku sudah lupa..
Sudah kuhapus..
Sudah kubuang
Sudah kutinggalkan
Hingga tiada lagi artinya..
Tidak kurang tidak juga lebih persis seperti apa yang kau lakukan padaku hari ini..
Posted by PijarLautan ::
9:57 PM ::
2 Comments:
Sudah lebih tengah malam setelah seharian tadi kami berkutat dengan segala tuntut-tuntut kerja dan hidup.
Aku terduduk di antara sofa-sofa merah muda yang sudah ditumpuk dan dijungkirbalikan. Keringatku mengalir sebesar biji-biji jagung. Nafaskupun makin pendek-pendek. Disebelahku ada mas Heru juga sudah menghembuskan nafas panjang berkali-kali, sudah lelah juga dia rupanya. Aku tidak tau kenapa ia belum pulang juga. Padahal tadi siang ia bilang ingin sekali nonton kerispatih. Aku tau benar dia sangat suka grup musik itu. Ada sebuah kenangan yang ia pernah ceritakan padaku dulu. Menyakitkan katanya. . Dihadapanku masih sibuk adegan mondar-mandir, angkat-angkat, tarik-tarik.. barang-barang berat besar dari kayu sisa-sisa kepindahan kantor kami. Ada meja, ada kursi segitiga, ada bilik-bilik coklat tinggi. Tampak Mas shugy sendirian turun tangga angkat bilik raksasa. Kuat sekali.. padahal tadi aku sudah coba angkat potongannya saja rasanya tidak karuan. Ia melirikku sesaat kemudian tertawa menggodaku seperti yang setiap hari ia lakukan disetiap sapaanku. Aku masih ingat sekali saat pertama kali jumpa ia memarahiku atas dua disket yang kusilapkan.
Ada lagi mas handoyo.. turun dengan meja diatas pundaknya, diantara jari kirinya terselip sebatang rokok menyala. Tak pernah sekalipun kutemukan keluh kesah padanya. Sosok perfecksionist yang selalu sanggup kumintai tolong perbaikan komputer murahanku. Tapi katanya kemaren ia tak akan lama lagi disini. Janji pertemuan dengan cintanya di sebrang sana. Ahh.. kapankah aku.. Aku menyeruput es teh ditanganku, sudah mencair, tidak terasa lagi rasa wangi teh dan gulanya. Kata mas wullie rasanya lebih seperti susu basi. Mas Wullie.. ia tampak diantara sudut meja kasir. Nungging menggeser-geser sofa, mencari ruang ia meletakkan kayu rongsok yang habis dipikulnya. Manusia yang satu itu tidak pernah berubah dari dulu hingga sekarang. Bahkan setelah aku pernah mengatakan padanya ungkapan-ungkapan kekecewaan atas kekesalan yang kubawa semenjak dari rumah. Ia masih mas wullie yang dulu yang selalu memegang pundakku saat menemukan aku dipojok dapur sendirian. Mas wullie yang meyembunyikanku tiap kali wartawan radar bertubuh tinggi hitam aneh itu datang mencariku untuk sekedar mengajak makan siang. Sekarang ia beralih sibuk merapihkan bilik-bilik kayu yang ditumpuk berdiri supaya tidak ambrol, Bolot datang membantunya. Bolot memang tidak mau menatapku kali ini, menegurkupun enggan. Mungkin setelah tadi siang kubentak ia karena mengancam tidak akan datang malam ini. Sebenarnya aku mengerti kondisinya yang selalu kelelahan atas pekerjaan overload setiap hari. Tapi aku tidak ingin kealpaannya menjadi provokasi yang lain. Besok sajalah aku yakinkan untuk menyapanya, sekedar bertanya tentang kabar kekasihnya yang baru saja jatuh dari motor.
Ada lagi imam.. dia lagi duduk makan mendoan di pojok ruangan. Kelelahan dan juga kelaparan tampaknya. Ia melambai padaku, melihat aku tengah memperhatikannya. Imam juga tidak berubah. Masih selalu ada saat aku membutuhkannya. Meski kemaren dia lupa hari ulang tahunku.. tidak apa-apa. Baru tahun ini dia lupa.. sedangkan setelah 6 tahun aku tidak pernah tahu kapan hari kelahirannya itu. Aku juga masih ingat blackforest besar yang dikirimkannya ke kamarku di pagi buta dulu. Ah mam.. seseorang pernah mengatakan padaku tentang rasamu dulu padaku. tapi sudah duluu.. sekali.. sekarang pacarmu pasti sudah lima. ‘Dek.. ngelamun!!.. cah wedok kok jam segini blum bobok’ Mas Shugy membuyarkan semua romantisme dikepalaku. Aku tertawa sambil merentangkan tangan kemudian berdiri…… loncat-loncat kecil. ‘ayuuuuk.. kerja lagi’ pekikku gemas
Sudah lebih tengah malam setelah seharian tadi kami berkutat dengan segala tuntut-tuntut kerja dan hidup. memang sudah sangat .. sangat lelah.. tapi kami masih belum menyerah
hari semakin terik, rasa-rasanya matahari telah sampai ke ubun-ubun aku mengelap peluh dari keningku berkali-kali atmosfer pasti sudah mampet dengan polusi orang-orang lalu lalang pun makin tampak kelelahan angin mengalir berhembus panas sekali
aku memandang wajahnya yang kuyu garis- garis ketampanan itu masih terlihat meski makin memudar bis-bis kota yang keluar tampak seperti berarak mengiringinya ia menatap padaku dengan seluruh keengganannya meninggalkanku namun percuma.. Roda-roda hitam besar itu tetap angkuh membawanya terus menjauh.. 'aku akan menjemputmu... ingat itu!!' pekikannya terdengar tertahan ditelan deru-deru kemudian menghilang..
aku berbalik arah tanpa kata.. berjalan pelan sembari menggaruk-garuk kepala sendiri yang tidak gatal tersenyum sedikit dan menggelengkan kepala
menjemputku..??!! ah.. dia mungkin hanya lupa bahwa aku sudah tidak punya rumah aku berbalik arah tanpa kata.. berjalan pelan entah kemana
"btw banyak mas denger cerita dari orang banyak yg bikin aku makin salut ma kamu vie keep it that way yaaaa i know you better now sssttttt just keep your way ajah"
entah apa.. aku sering melihat dia diantara hari sibukku bahkan sering tanpa sapa kadang aku melihat tuhan yang sering ku tiadakan pada tatapannya.. tapi berlalu begitu saja toh bukan siapa-siapa tapi hari ini saja.. aku cukup terdiam, aku cukup tersenyum... cukup mengerti
hidup memang penuh pilihan.. kan.. mas.. tapi saat berhenti disatu langkah tanpa pilihan bukan takdir yang membuat kita menyerah kalah
ketika terdiam dalam penuh pikirmu ketika malam terlalu buta ketika selalu tak mampu lelap ketika berlagak tegar ketika membayangkan senyummu ketika semakin sesak dibingkis rindu ketika ingin berlari namun hanya menapak ketika selembar puisi tidak lagi mampu obati ketika waktu bergerak mentertawai ketika tak kunjung juga lelah mencari apapun yang tertinggal tentang sosokmu ketika tidak bisa berhenti.. (mencintai) ketika.... .............. ketika....