Malam semakin larut. Aku tak kunjung bisa tidur. Rambutku juga semakin memanjang , [hee.. yang ini gak ada hubungannya]. Suara jam gadang tetangga sebelah berbunyi memekakkan dua belas kali.. ahh.. bagaimana bisa diciptakan jam gaduh seperti itu. Mengapa juga harus berbunyi dong.. ding.. dong.. seperti itu.. memecah malam, mengganggu tidur, mengagetkan. Apa bagusnya... mengapa tidak saja berbunyi seperti burung tekukur milik papahku.. atau bersuara ‘assalamualaikum’ seperti bel rumahku. Kan lebih santun.. Yang jelas aku makin tidak bisa tidur. Padahal badanku sudah remuk. Besok harus bangun pagi-pagi pula, harus ngawasi tukang yang mo pasang speaker di plafon, harus ke managemen office untuk perijinan, harus cek puluhan lampu yang akan dipasang, harus koordinasi kebersihan lagi.. harus.. harus.. harus.. tapi sampai sekarang mataku masih mencling-mencling.. sama sekali tidak bisa tidur.. Aku bahkan sudah baca doa sebelum tidur berkali kali. Menenangkan hati. Tidak juga paten..
Kumatikan teve [agnes monica sedang lipsing], kurapihkan letak bantal, kutarik selimutku, kupeluk si udin; boneka beruang coklat besarku. Sudah mapan, sudah hening.. siiiing… siiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing… ck..ck..ck… aooooong….. ASU! Kenapa suara kulkas, cecak, dan kucing kawin jadi demikian berisiknya. Aku menyerah.. aku menyerah.. Akhirnya aku masuk kamar mandi, cuci muka, gosok gigi. Kuganti baju tidurku dengan kaos standar. Duduk bersila didepan teve. Nyalakan teve lagi [masih agnes monica lipsing]. Turut besenandung.. dung..dung.. malam semakin larut.. tidak ku perhatikan lagi detangan jam.. Sampai mendadak... kurasakan hawa dingin menjalari seluruh tubuhku. Waktu seakan berhenti. Bulu kudukku merinding tegas saat sosok berambut panjang ikal, bergaun putih hadir dihadapanku. Turut duduk menatapku.. Aku beringsut.. mataku basah.. mataku basah.. mataku basah..
‘Mah.. maaf, tahun ini aku tidak bisa lagi menjengukmu. Aku kehilangan dia yang berjanji bersamaku mengantarkan sekeranjang bunga’
tubuhku bergetar, sesenggukan… air mataku membanjir sampai mata kaki. Terakhir aku hanya sempat merasakan pelan sekali tangan dingin itu membelaiku… sebelum semuanya gelap.. gelap sekali..!! aku mimpi atau apa…
ku hembuskan kembali sepuntung ditanganku.. ahh.. aliran-aliran ini semakin pekat, semakin sesak.. anehnya.. semakin kosong bukan karena permulaan hari sakit, kepala sakit, kaki sakit. (apa hebatnya sakit itu, semua orang juga punya) pojok dapur bawah tangga saat tak ada saksi mata hanya duduk saja, diam saja, muram saja sambil sesekali meyenandungkan lagu yang sudah kucoret dari pendengarannya.. .......................................................................... .......................................................................... .......................................................................... kuhembuskan lagi dua puntung.. atau mungkin sudah tiga.. aku sedikit lupa. seperti aku lupa bahwa diriku selalu bukan apa-apa hanya sosok saja, hanya duduk saja.. pojok dapur bawah tangga.. (sangat rindu dia)
telingaku berdengung atas tatapan apa kamu dan impian-impian yang mengusikmu ngiiing.. tidak perlu selalu memaknai larian-larian pelarian yang aku tempuh meski bukan untuk sekali, dua kali.. atau sepuntung, dua puntung.. sudah aku katakan.. kan.. tidak perlu menghitung aliran-aliran beningnya bening yang melaluiku.. meski aku tidak tidak apa-apa kau pun juga.. dia juga.. jangan bersedih atas kesedihanku, jangan juga pikirkan atas kepala kotor, hati, dan kemaluanku jangan... jangan... jangan...
mau beli jam tangan.. besok jika keluar komisi besar jam tangan yang bagus bermerk hebat cap kapitalistik yang berbunyi klik klok klik klok yang paling mahal satu saja tentu saja yang warna hitam
agar selalu ingat menghitung waktu 12 bulan, 52 minggu, 365 hari, 8760 jam, 525600 menit, 31536000 detik tidak akan lebih.. tidak akan lama musim akan berganti
Bos.. Hari ini aku tidak minta apa-apa meski diantara pijar lilin emas yang baru saja ku sebul Hari ini aku tidak minta macam-macam sungguh.. biarkan dulu aku cari sendiri yang aku inginkan aku sendiri kejar apa yang aku mimpikan Bos urus saja orang-orang yang mengkhawatirkanku (jangan lupa katakan pada mereka, aku juga sedang berjuang) Amin.
aku mengangkat kedua bahuku memperhatikan deretan meja-meja yang telah tersusun rapih berpasang-pasang pada komputer dan kursi pada ruangan yang masih pekat bau cat basah. Aku tidak pernah terbiasa menentukan ‘tempat’ untuk egoku sendiri. Walo sebenarnya mudah saja atas nama ke-posisi-anku. Aku membiarkan saja hingga tempat itu disajikan padaku atas kelayakanku, seharusnya. Mengertikah? Hmm.. mungkin seperti seorang anak kecil diantara deretan baris-berbaris. Ia tidak mau mengacungkan tangan untuk menjadi seorang komandan namun ia berdiri tegap, membusungkan dada, tatapan lurus, senyuman tegar.
‘Meja kamu yang abu-abu itu ya Vi. Sebelahan Handoyo’
aku mengerling pada meja hampir pojok. Lumayan meski tidak terlalu besar. Di bawah AC pula. Hari-hariku besok tanpa keringat lagi, aku kan mudah sumuk – mengingat tubuhku satu level diatas standar. Meja itu juga dekat dengan meja bapak. Setidaknya waktu-waktuku kelak dapat mengurangkan waktu-waktu lamunanku, menyedihkan penyedih. Lumayanlah.. masih ada tempat kecil juga untuk menaruh pot dan tiga tangkai mawar kesayanganku. Aku pasti bisa belajar menyukainya.
Aku mengangkat tas hitam besarku. Kuletakkan diatas meja baruku. Kujentik-jentikan jari pada dataran kayu abu-abu itu. Tentu saja tidak sekokoh mejaku yang dahulu. Laci saja tidak ada. Padahal yang dahulu lacinya lapis tiga. Ada tambahan laci jati pula. Kuantukkan pelan kakiku pada kaki-kakinya. Tak apa-apalah.. cukup saja. Saat ini pun aku bisa mulai menyukainya.
‘eh.. Vi..’
‘hmm..’
‘lebih baik meja kamu yang coklat itu aja….yang dekat pintu itu. Kamu bisa langsung keluar masuk… jadi saat besok-besok kamu lewat terima klien, pantat kamu gak nyenggol sana-sini’
tiba-tiba tawa memecah malam pada wajah-wajah yang telah kelelahan, menggodaku. Mukaku memanas.. pasti wajahku memerah…
yang tertinggal adalah senyummu yang kugantung pada sibakan rambutku juga kenangan kencan pertama kau ceritakan tentang seksama hari-harimu dulu di depan puing bioskop tua dan ibu tua yang tertidur diantara tawa gigi gingsulmu.. menunggu pagi berpegang pada kebiasaan sulit tidur pulang mengendap-endap dalam pencarian..
yang tertinggal adalah senyummu yang kupasang pada dua anting-anting kecilku juga kenangan ciuman kecilmu diakhir kemarahan-kemarahan atas bodohku dan jitakan halus dikepalaku tidak pernah kemurkaan itu menyakitiku
yang tertinggal adalah senyummu yang kupasang pada tepian tempat tidurku juga kenangan sapaanmu setiap detiknya mengalir begitu saja lewat nada-nada pesan dan suara serak tengah malam menghalau jarak, menghadirkan ketiadaanmu yang jauh dariku
yang tertinggal adalah senyummu yang kupasang pada balutan tubuhku juga kenangan darah yang kualirkan pada tatapan matamu, nafasmu, lenganmu, kakimu.. hatimu wajah pias kesakitan dengan tangan tetap meraihku
ah..
yang tertinggal adalah senyummu yang kupasang pada helaan nafas panjang juga segala kenangan untuk terus dapat melangkah menghadapi hari-hariku (tanpamu)
duduk menghadap detak klempas.. klempus.. pojok dapur bawah tangga klempas.. klempus.. diatas jirigen aqua
"Kesekian kalinya put.. sosok yang katanya mencintaiku mundur beratus langkah. mengatakan selamat tinggal... Karena cinta yang aku berikan put.. katanya terlalu menyakitkan. kemudian aku hanya bisa menatap saja tanpa bisa apa-apa, mengalahkan ego-ego untuk terus bersamanya "
"Sinterklas yang aneh"
klempas.. klempus..
Posted by PijarLautan ::
2:35 AM ::
1 Comments:
satu hari ini aku pengen banget makan mangga yang ranum, yang kulitnya sudah kuning kemerahan, yang dagingnya tebal, yang wanginya wangi.. tapi sekarang belum musim buah apalagi buah mangga yang ada paling jeruk itu pun jeruk wedang, buah kesemek, atau buah sukun.. eh itu termasuk buah gak ya
tapi satu hari ini aku pengen banget makan mangga tidak perlu yang ranum lagi.. yang mengkal pun sudah tidak apa-apalah.. sudah tidak perlu yang wangi juga dari pagi... makin siang.. menjelang sore.. pucuk dicinta ulam tak kunjung tiba sudah ribuan tukang rujak kucegat.. (ahh.. ini hiperbola) tak jua kunjung kutemukan sosok bulet ijo buntet mungkin ga jodoh.. alah.. aku mulai berfikiran seperti bodoh-bodoh yang berpangku pada papa menghirup kembali liur yang mengumpul kumpul diujung lidah membayangkan asem kecut... mangga..
tapiii satu hari ini aku pengen banget makan mangga sudah semakin sore aku sudah semakin membenamkan diri pada acara spongebob dan jimmi neutron mencoba mngalihkan perhatian mangga yang semakin mendarah daging ahh.. mungkin perlu beranjak mandi keramas saja agar lebih tenang ambil handuk.. ambil baju bersih dan jeroan-jeroannya di lemari yang tak pernah kususun rapih
hingga... GEDUBRAKK.. BUGG..
asem.. mungkin anak-anak nakal lagi main bola nyungsep di atap seng kamarku
semenit..
GEDUBRAKK.. BUGG.. lagi..
alah.. bola anak-anak nakal lagi aku intip keluar melalui kaca nako... SIIING.. hening.. tidak ada siapa-siapa. bahkan ibu-ibu yang biasanya numpang jemuran dipagar halamanku pun tidak ada. juga bapak-bpak yang biasa numpang naruh sangkar burung-burungnya. tidak ada siapapun
aku buka pintu kamar beranjak keluar memperhatikan seksama pada dua bunderan ijo besar yang geletak begitu saja di dekat pot panjang tanaman asparagusku aku mulai berfantasi kah? fatamorgana kah? nyaris seperti unta kesasar padang bulanan lamanya? tapi dari mana mangga-mangga ini. aku melihat keatas pucuk-pucuk rampai.. tidak mungkin pohon tua ini berbuah. sudah tahunan dia mandul sampai ke pentil-pentil..
aku mulai melihat pada awan putih yang bergerumul. langit yang tidak lagi biru.. Tuhankah? mungkin saja.. toh semuanya mungkin saja untuk membayar ketiadaannya dikepalaku dengan dua buah mangga, ranum, besar-besar pula untuk membayar malaikat wujud kekasih yang tidak jadi diberikan padaku kemaren atau untuk membayar runtutan 1,2,3 luka yang sudah menjadi 99 mungkin saja..
ahhh... tapi kalo memang mangga Tuhan mana mungkin aku tega makannya
aku tidak pernah takut sendiri tapi aku takut.. bila dengan sendiri aku menjadi sepi maka aku sendiri dan sepi
Posted by PijarLautan ::
9:25 PM ::
0 Comments: